Oleh : Hj. Irena Handono
(Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center, Pimpinan Umum Gerakan Muslimat Indonesia)
Pertengahan bulan Januari hiasan warna pink sudah merebak kemana-mana mulai dari pusat-pusat perbelanjaan, cafe, toko buku, majalah, TV dan pusat-pusat hiburan lain. Di sekolah-sekolah para remaja pun asyik merencanakan acara malam Valentine's Day 14 Februari, yang mereka kenal sebagai hari kasih sayang.
Seolah menjadi keharusan bagi remaja untuk mengikuti acara tersebut, bahkan ada sebuah pandangan tidak mengikutinya adalah "kuper" Dan tak jarang juga orang tua yang justru mensupport melepaskan putra-putrinya untuk mengikuti acara tersebut dengan alasan supaya mereka lebih bergaul dengan sesamanya. Dan menganggap Valentine's Day sama dengan Hari Ibu, Hari Pahlawan atau Hari Kartini. Sebuah peringatan yang tidak mempunyai muatan religius. Benarkah demikian? Apa sesungguhnya Valentine itu?. Dari mana budaya ini berasal? Bagaimana hukumnya bagi seorang muslim mengikuti budaya ini?
Sejarah Valentine's Day
Valentine's Day adalah berasal dari budaya Barat. Siapa Valentine? Tidak ada kepastian siapakah, bahkan sejarah pastinya pun tidak jelas. Ada banyak versi tentang asal perayaan Hari Valentine, yang paling populer adalah kisah SantoValentinus yang hidup di masa Kaisar Claudius II dan kemudian menemui ajalnya pada 14 Februari 269.
Meskipun demikian para sejarawan barat tidak berbeda pendapat mengakui bahwa akar perayaan Valentine adalah berasal dari budaya pagan kuno, budaya kafir yang menyembah banyak dewa-dewi. Menurut budaya ini bulan Februari dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Periode antara pertengahan Januari hingga pertengahan Februari dalam kalender Athena Kuno disebut sebagai bulan Gamelion, bulan suci memperingati pernikahan Dewa Zeus dan Hera. Sedangkan di Romawi Kuno, 15 Februari dikenal dengan hari raya Lupercalia, hari memperingati dewa Lupercus, sang dewa kesuburan.
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian yang berlangsung dari tanggal 13 - 18 Februari yang puncaknya adalah tanggal 15. Dua hari pertama (13 dan 14) dipersembahkan untuk Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata. Pada hari tersebut para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis yang dikumpulkan dalam sebuah bejana. Tiap pemuda mengambil secara acak satu nama dan gadis yang namanya terambil akan menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi objek hiburan sang pemuda yang memilihnya. Jika di antara mereka ada kecocokan maka mereka akan melanjutkannya ke pelaminan tapi kalau tidak, maka tahun berikutnya mereka bisa berganti pasangan.
Tanggal 15 Februari puncak peringatan dilakukan dengan cara mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa yang dilakukan oleh para pendeta pagan dan kemudian mereka meminum anggur dan berlari-lari di jalan-jalan dalam kota sambil rnembawa potongan kulit domba dan menyentuhkan kepada siapapun yang dijumpai. Saat itu para wanita akan berjejer di sepanjang jalan berebut untuk diusap kulit kambing, mereka percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan membawa keberuntungan dan kesuburan. Suatu acara yang sangat populer di masa itu.
Sinkretisme
Ketika agama Kristen masuk Roma, budaya maksiat seks bebas yang begitu digemari masyarakat ini sulit dijauhkan. Sehingga untuk menarik minat masyarakat terutama remaja agar masuk gereja maka dipertahankanlah tanggal tersebut namun diubah dengan nama-nama orang-orang suci (saint/santo) gereja. Dan pada tahun 496, Paus Gelasius I menetapkan upacara pagan Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine's Day.
Beberapa sumber mengatakan bahwa nama Valentine diambil dari nama seorang pastor yang menentang Kaisar Cladius II yang berujung pada kematiannya. Pastor yang diyakini bernama Valentino ini dengan berani menyatakan bahwa tuhannya adalah Yesus dan menolak menyembah dewa-dewa pagan.
Sehingga siapa sesungguhnya yang diperingati di hari Valentine pun sampai kini tidak ada kesepakatan diantara para sejarawan. Apakah sosok Valentine memang ada atau sekedar dicocok-cocokkan saja sebagai landasan sinkretisme?
Perang Budaya, pendangkalan Akidah
Perang fisik, perang yang di lakukan Amerika di Iraq, Afghanistan, Pakistan adalah upaya untuk menjajah kedua negara tersebut dan memakan biaya sangat sangat mahal. Namun untuk memerangi Indonesia, menguasai kekayaan alamnya, Amerika tidak perlu mengeluarkan biaya yang sedemikian besar. Ada perang yang cukup murah, yakni perang budaya, dengan mendangkalkan aqidah muslim dan menjauhkan muslim dari ajaran Islam.
Dalam Konferensi Misionaris di kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan, "Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslim sebagai seorang Kristen... Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.”
Bukankah ini yang sudah terjadi sekarang? Budaya-budaya hedonisme yang mengumbar kepuasan hawa nafsu seperti Valentine, April Mop, Helloween, Old and New yang kesemuanya bukan berasal dari budaya Islam, bukan berasal dari budaya lokal negeri kita, lebih dikenal oleh remaja muslim.
Industrialisasi Valentine
Perayaan Valentine bukan menjadi sepi namun kian meriah. Masyarakat digiring untuk konsumtif. Lewat kekuatan promosi dan marketingnya yang merambah semua media baik cetak, elektronik maupun internet, Hari Valentine dibuat segemerlap mungkin dan di kampanyekan sebagai hari khusus yang sangat spesial bagi orang yang dikasihi. Dan tentulah para pengusaha yang hanya berorientasi materi tanpa memperdulikan tanggung jawab moral, aqidah umat, hanya berpikir agar dagangan mereka laku terjual. Sehingga terjadilah apa yang disebut sosiolog sebagai industrialisasi agama, dimana perayaan agama oleh kapitalis dibelokkan menjadi perayaan bisnis.
Inilah sesungguhnya strategi yang dilancarkan kaum kafir barat lewat penjajahan budaya. Mengeruk kekayaan alam Indonesia yang mayoritas muslim maka harus mengalahkan muslimnya dahulu. Lewat budaya, umat Islam didangkalkan aqidahnya dijauhkan dari ajaran Islam. Umat Islam dijadikan budak konsumerisme yang diciptakan kaum Kapitalis. Seiring itu isme-isme lain masuk dan menggantikan aqidah Islam. Selanjutnya terciptalah generasi yang sudah tidak mengenal Islam, mereka ini yang sering disebut lebih barat ketimbang barat, lebih Amrik ketimbang Amerika. Maka tak heran juga jika sekian aset negara ini tiba-tiba sudah melayang di tangan asing.
Hukum Rayakan Valentine dalam Islam
Maka untuk menyelamatkan umat, baik sumberdaya maupun aqidah, hendaklah kita kembali pada ajaran Islam secara kaafah. Hendaklah remaja muslim menghindari dan menolak budaya Valentine yang jelas-jelas merupakan budaya kaum kafir pagan serta bagian dari konspirasi mereka. Rasul bersabda: "Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut." (HR Tirmidzi).
Allah SWT dalam Qur'an Surat Al-Maidah ayat 51 melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi don Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongon mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zolim."
Sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150101234094549&id=351571048076
0 komentar:
Posting Komentar