Ditemani teh dan kopi, juga
kue-kue cemilan. Ada adu kesombongan dari tiga orang tua yang sedang berkumpul
di sebuah rumah seorang kiai. Kebetulan, ketiga orang ini termasuk yang tidak
pernah kering kantong. Mereka berbincang-bincang dengan seru, panas, dan
menantang masing-masingnya.
Orang tua pertama berkata,”Alhamdulillah,
Allah telah memberikan aku rezeki yang berlimpah ruah. Hidupku sangat bahagia,
punya 5 rumah mewah, kendaraan mewah 8 buah, dan 15 perusahaan yang dikelola
anak-anakku.”
Orang tua kedua,”Saya juga sangat
bersyukur, lima orang anak saya bergelar doctor. Mereka jadi rebutan para
pengusaha terkenal, gaji mereka diatas 30 juta. Saya sebagai orang tuanya
sangat bahagia.”
Orang tua ketiga,”Alhamdulillah,
saya ini punya istri dan 8 anak. Semua anak saya sudah mapan, 4 orang menjadi
asisten mentri, 4 orang menjadi direktur di perusahaan asing. Mereka semianya
sangat baik, jadi saya bisa bermain ke mana saja dengan fasilitas anak-anak.”
Pak kiai pun mengiringi lidah
mereka,”Wah, Alhamdulillah semua yang saya dengar dari bapak-bapak sangat
hebat. Kalau saya jujur, di dunia ini belum ada yang bisa dibanggakan. Ibadah
saya masih bolong-bolong, puasa suka tidak penuh, amal sangat sedikit.
Bagaimana saya bisa hidup enah seperti bapak-bapak ini? Mudah-mudahan saya bisa
menyombongkan diri kepada bapak-bapak diakhirat nanti. Soalnya, saya baru bisa
melihat sukses atau tidak hidup saya dan miskin atau kaya, di akhirat kelak.
Jadi, saya tidak bisa sombong sekarang.” Senyum mengembang dari lipatan bibir
yang selalu basah dengan tasbih.
Ketiga orang tua itu tersenyum
kecut penuh malu.
Sobat.. Nasihat yang halus,
sesekali lewat obrolan dan guyonan seorang teman, tak jarang pula berupa cacian
pedas yang menyakitkan. Menembus dan bisa jadi membuat tenggorokan tersendat,
ia pun bisa muncul melalui lisan seorang guru, ulama, orang tua, sahabat, adik,
musuh, atau siapa saja. Terserah Allah yang Menghendaki.
So, kenapa masih ada yang
merepotkan diri membalas orang-orang yang menjadi jalan tol gratis plus bebas
hambatan? Jalan tol apa? Itulah jalan tol bebas hambatan dalam rangka membantu
mencari kesalahan diri.
Oh, pantaslah jika sematan syukur
dengan sebesar-besar syukur, menjadi sebab “karena” bagi orang-orang seperti
kiai diatas. Tanpa kita bayar atau kita gaji mereka sudi meluangkan waktu
member tahu segala kejelekan dan aib yang mengancam amal-amal saleh di akhirat
kelak. Karena itu todongan keras bagi orang-orang yang merasa diri hina di mata
Allah.
Karenanya, heranlah diri dengan
sesekali mata yang melelehkan tetesan saat menyaksikan orang-orang mulia dan
ulama yang saleh ketika dihina dan dicaci, nyaris dan sama sekali tidak
menunjukkan perasaan sakit hati dan keresahan. Seratus delapan puluh derajat
berbalik, sikap penuh dengan kemuliaan malah mereka tebar, memaafkan dan bahkan
mengirimkan hadiah sebagai tanda terimakasih atas pemberitahuan ihwal aib yang
justru ia sendiri alfa dengan rapot pribadinya. Lebih menyenangkan lagi, dengan
penuh kesungguhan telah disampaikan oleh orang-orang yang tidak menyukainya.
Ini adalah koreksi istimewa, tanpa promosi, dan “uang pun tidak berbicara.”
BAGAIMANA BISA?
Begini, dalam kepingan koin-koin
Islam, ada memang, kalanya kehidupan ini selalu diusik dengan halus, lalu
ditampar dengan mulus. Mungkin itu istidraj. Karena dalam sudut kamera
lain, sobat juga bisa menyaksikan yang lebih parah dari ini. Syaqiyyun fid
dunya wa syaqiyyun fil aakhirat` Sengsara di dunia dan sengsara di akhirat,
Astagfirullahal`azhiim. Pemisal-pemisal ini tak bedanya dengan si miskin
yang melarat, hidup sekarat, lupa dengan solat, tak ada usaha untuk setidaknya
mencari zakat, hanya bisa memahat, dari rumus-rumus yang telah berkarat. Na`udzubillah.
Mengapa ini bisa terjadi?
Jawabannya, mungkin mereka telah
menyetel sistem yang tidak pernah dirumuskan oleh Allah dan diinstal oleh
Rasulullah. Setidaknya, prosesor-prosesor canggih yang dimiliki para sahabat radhiyallahu`anhum
yang telah ahli dalam rujukan referensi, sekaligus nobatan surge, tidak
bisa dijadikan secuil pun i`tibar. Ataukah memang, kebodohan menyelubung pekat
dala nista di atas nista? Ah…mengerikan sekali! Semoga Allah melindungi kita
dari murka ini!
Rasulullah, sang mahaguru cinta,
adalah kamus cinta yang berjalan dan berakal bersama dengan taklif. Di setiap
geriknya ada gelombang yang harus ditangkap oleh radar-radar Mukminin yang
terpasang dalam satu sistem. Untuk selanjutnya, inilah yang dimaksud dengan
sebuh sistem cinta yang diajarkan Rasulullah..[]
0 komentar:
Posting Komentar