Masjid Abdurrahman Isma'il,
Komplek Kampus IAIN Antasari,
Jl. A. Yani KM. 4,5 Banjarmasin, Kalsel
Phone: +6289691780577 (Ikhwan) /
+6285651xxxxxx (Akhwat)
E-Mail: ldk_amal@yahoo.co.id

Rabu, 22 Januari 2014

Sebuah Sistem Cinta

Ditemani teh dan kopi, juga kue-kue cemilan. Ada adu kesombongan dari tiga orang tua yang sedang berkumpul di sebuah rumah seorang kiai. Kebetulan, ketiga orang ini termasuk yang tidak pernah kering kantong. Mereka berbincang-bincang dengan seru, panas, dan menantang masing-masingnya.
Orang tua pertama berkata,”Alhamdulillah, Allah telah memberikan aku rezeki yang berlimpah ruah. Hidupku sangat bahagia, punya 5 rumah mewah, kendaraan mewah 8 buah, dan 15 perusahaan yang dikelola anak-anakku.”
Orang tua kedua,”Saya juga sangat bersyukur, lima orang anak saya bergelar doctor. Mereka jadi rebutan para pengusaha terkenal, gaji mereka diatas 30 juta. Saya sebagai orang tuanya sangat bahagia.”
Orang tua ketiga,”Alhamdulillah, saya ini punya istri dan 8 anak. Semua anak saya sudah mapan, 4 orang menjadi asisten mentri, 4 orang menjadi direktur di perusahaan asing. Mereka semianya sangat baik, jadi saya bisa bermain ke mana saja dengan fasilitas anak-anak.”
Pak kiai pun mengiringi lidah mereka,”Wah, Alhamdulillah semua yang saya dengar dari bapak-bapak sangat hebat. Kalau saya jujur, di dunia ini belum ada yang bisa dibanggakan. Ibadah saya masih bolong-bolong, puasa suka tidak penuh, amal sangat sedikit. Bagaimana saya bisa hidup enah seperti bapak-bapak ini? Mudah-mudahan saya bisa menyombongkan diri kepada bapak-bapak diakhirat nanti. Soalnya, saya baru bisa melihat sukses atau tidak hidup saya dan miskin atau kaya, di akhirat kelak. Jadi, saya tidak bisa sombong sekarang.” Senyum mengembang dari lipatan bibir yang selalu basah dengan tasbih.
Ketiga orang tua itu tersenyum kecut penuh malu.
Sobat.. Nasihat yang halus, sesekali lewat obrolan dan guyonan seorang teman, tak jarang pula berupa cacian pedas yang menyakitkan. Menembus dan bisa jadi membuat tenggorokan tersendat, ia pun bisa muncul melalui lisan seorang guru, ulama, orang tua, sahabat, adik, musuh, atau siapa saja. Terserah Allah yang Menghendaki.
So, kenapa masih ada yang merepotkan diri membalas orang-orang yang menjadi jalan tol gratis plus bebas hambatan? Jalan tol apa? Itulah jalan tol bebas hambatan dalam rangka membantu mencari kesalahan diri.
Oh, pantaslah jika sematan syukur dengan sebesar-besar syukur, menjadi sebab “karena” bagi orang-orang seperti kiai diatas. Tanpa kita bayar atau kita gaji mereka sudi meluangkan waktu member tahu segala kejelekan dan aib yang mengancam amal-amal saleh di akhirat kelak. Karena itu todongan keras bagi orang-orang yang merasa diri hina di mata Allah.
Karenanya, heranlah diri dengan sesekali mata yang melelehkan tetesan saat menyaksikan orang-orang mulia dan ulama yang saleh ketika dihina dan dicaci, nyaris dan sama sekali tidak menunjukkan perasaan sakit hati dan keresahan. Seratus delapan puluh derajat berbalik, sikap penuh dengan kemuliaan malah mereka tebar, memaafkan dan bahkan mengirimkan hadiah sebagai tanda terimakasih atas pemberitahuan ihwal aib yang justru ia sendiri alfa dengan rapot pribadinya. Lebih menyenangkan lagi, dengan penuh kesungguhan telah disampaikan oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Ini adalah koreksi istimewa, tanpa promosi, dan “uang pun tidak berbicara.”
BAGAIMANA BISA?
Begini, dalam kepingan koin-koin Islam, ada memang, kalanya kehidupan ini selalu diusik dengan halus, lalu ditampar dengan mulus. Mungkin itu istidraj. Karena dalam sudut kamera lain, sobat juga bisa menyaksikan yang lebih parah dari ini. Syaqiyyun fid dunya wa syaqiyyun fil aakhirat` Sengsara di dunia dan sengsara di akhirat, Astagfirullahal`azhiim. Pemisal-pemisal ini tak bedanya dengan si miskin yang melarat, hidup sekarat, lupa dengan solat, tak ada usaha untuk setidaknya mencari zakat, hanya bisa memahat, dari rumus-rumus yang telah berkarat. Na`udzubillah.
Mengapa ini bisa terjadi?
Jawabannya, mungkin mereka telah menyetel sistem yang tidak pernah dirumuskan oleh Allah dan diinstal oleh Rasulullah. Setidaknya, prosesor-prosesor canggih yang dimiliki para sahabat radhiyallahu`anhum yang telah ahli dalam rujukan referensi, sekaligus nobatan surge, tidak bisa dijadikan secuil pun i`tibar. Ataukah memang, kebodohan menyelubung pekat dala nista di atas nista? Ah…mengerikan sekali! Semoga Allah melindungi kita dari murka ini!
Rasulullah, sang mahaguru cinta, adalah kamus cinta yang berjalan dan berakal bersama dengan taklif. Di setiap geriknya ada gelombang yang harus ditangkap oleh radar-radar Mukminin yang terpasang dalam satu sistem. Untuk selanjutnya, inilah yang dimaksud dengan sebuh sistem cinta yang diajarkan Rasulullah..[]

ads

Ditulis Oleh : LDK AMAL Hari: 21.30 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bagaimana tampilan Web kami menurut Anda?