Masjid Abdurrahman Isma'il,
Komplek Kampus IAIN Antasari,
Jl. A. Yani KM. 4,5 Banjarmasin, Kalsel
Phone: +6289691780577 (Ikhwan) /
+6285651xxxxxx (Akhwat)
E-Mail: ldk_amal@yahoo.co.id

Kamis, 31 Juli 2008

Melacak Rantai Sang Pembunuh



SADIS. Kata yang tepat! Jika kita mendengar peristiwa pembunuhan berantai, apalagi kejadian tersebut terjadi di sekitar kita.

Resah, gelisah, dan kalut perasaan kita, khawatir dan cemas, memikirkan keselamatan hidup kita dan keluarga kita. Kita mulai berpikir membuat semacam benteng perlindungan agar diri kita selamat. Tidak tersentuh atau terganggu oleh orang lain yang kemungkinan tak lain adalah si pelaku.

Pembunuh berantai termasuk penjahat sadis, dia membunuh dengan terus menerus tanpa henti—rotasi tanpa putus. Bahkan lebih sadis dari binatang, kita pikir, sekeji-kejinya binatang, dia membunuh hanya untuk makan, bukan untuk kesenangan. Bahkan, tidak pernah didengar ada binatang yang membunuh sesamanya secara berantai. Gila…

Terkait perilaku sadis ini, sebuah peristiwa yang baru lewat, mengingatkan kita dengan sesosok laki-laki muda yang konon kabarnya pengidap kelainan seks, homo (suka sesama jenis). Dia telah “sukses” menghabisi sepuluh korban, bahkan diperkirakan korbannya bisa bertambah, karena dicurigai masih ada makam lain yang belum ditemukan. Nama pelakunya Fery Idam Heniansyah biasa dikenal Ryan, yang saat ini lagi heboh bahkan menjadi headline di berbagai media massa. Baik elektronik maupun cetak yang ada di Indonesia. Diceritakan pembunuhan ini dilakukannya dengan cara memotong-motong tubuh si korban (mutilasi), kemudian jasadnya dikubur di halaman rumahnya. Kabarnya lagi, lelaki homo ini membunuh karena himpitan ekonomi dan juga akibat dibakar api cemburu. Para korban dibunuh karena ingin mengambil hartanya juga karena telah berani menyukai dan mendekati pasangan kencan si pembunuh berantai ini.

Sobat, peristiwa sadis ini sebenarnya bukan hanya kali ini terjadi, telah ribuan bahkan jutaan kasus kriminal lain yang lebih sadis dari ini telah terjadi di negeri ini. Sebut saja sang legenda kanibalisme, Sumanto (yang sudah taubat). Dia telah geger dan hebohkan Indonesia bertahun silam. Belum lagi pembunuhan-pembunuhan kelas standar lainnya. Ditambah peristiwa perampokan, pemerkosaan, penyiksaan, dan lain sebagainya, bahkan korupsi yang nyata-nyata mendzalimi ratusan juta rakyat ini juga telah membudaya di negeri ini. Tidak tanggung-tanggung negeri ini juara tiga negeri terkorup di dunia ini. Edan!!
Sobat, berbagai peristiwa ini pastilah sangat memiriskan hati kita sebagai seorang muslim dan warga negara Indonesia. Tentu kita tahu, bahwa negeri “kaya raya” ini, adalah negeri yang dihuni oleh penganut Islam terbesar di dunia. Namun, kenapa peristiwa sadis di atas bisa terjadi. Di mana kemuliaan Islam, apakah Allah telah keliru menyebut bahwa umat Islam adalah umat yang mulia? Ataukah kita sebagai muslim yang salah arti dan tindakan dalam menaati Allah? Tentu semua ini ada penjelasannya, kita harus menncari tahu agar kita bisa memperbaiki negeri Islam tercinta ini.

Baiklah sobat, mari kita telusuri salah satu kasus tersadis yang dilakukan oleh Ryan. Mengkaitkan kaidah kausalitas dengan peristiwa ini, pembunuhan sadis ini pasti mempunyai latar belakang dan motif, yang mendorong pelaku melakukan pembunuhan berantai ini. Sebelum menganalisa, kita harus memahami dulu latar kehidupan si Ryan, awalnya dia adalah sosok yang ramah, sopan, baik hati, dan ringan tangan. Bahkan dia adalah seorang guru ngaji di mushala. Namun, dari segi ekonomi dia termasuk kalangan bawah, yang harus berjuang untuk memperoleh sesuap nasi.

Keadaan tak urung memaksanya untuk mengadu nasib ke Jakarta, demi kehidupan yang lebih baik dan meraih cita. Namun, tatkala tiba di ibu kota dia malah terhimpit oleh sesaknya persaingan hidup. Bukannya memperoleh uang, malah dia menjadi lebih melarat daripada sewaktu di kampung. Berbagai pekerjaan dilakoninya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetap tidak mencukupi. Semua ini disebabkan sistem kapitalis di negeri ini, yang kaya tambah makmur-miskin tambah mampus.

Tak berhenti sampai di sana, hidupnya pun rusak di gerus budaya dan gaya hidup yang amat hedonis, bebas, materialis. Lingkungan, media massa yang tidak karuan, dan acuhnya pemerintah menambah lengkap borok-borok budaya modern kota itu, Ryan terjebak.
Glamouritas, foya-foya, pergaulan bebas, sampai kelainan menjadi homo dilakoni tampaknya. Di jauh dari Islam, dilaknat Allah.

Kehidupan macam itu butuh banyak uang. Ryan yang sebenarnya, lelaki miskin yang tidak jelas sumber rejekinya itu. Pada kenyataannya, malah tinggal di apartemen mewah, yang mahal sewanya. Tentu, Ryan harus putar otak untuk memenuhi kebutuhannya yang hedonis dan meterialistik tersebut. Akhirnya, karena lemahnya iman individual lingkungan sekitar Ryan yang rusak, dia terjerumus dalam lubang nista. Dia homo, dia juga pembunuh berantai sadis itu.
Melihat latarbelakang itu, dan perubahan drastis dari seorangh Ryan yang ramah nan santun—menjadi pembunuh sadis. Seorang guru gaji—eh, homo! Tak habis pikir. Namun, kita harus buka mata, ini kenyataan.

Dari pencermatan kasus ini, ada beberapa analisa yang kita dapatkan, mengenai penyebab dan berbagai hal disekitar perilaku sadis ini, yakni:

Pertama, faktor individual pelaku. Ini berkaitan dengan ketakwaan individu pelaku, kepada Allah selaku Tuhan pengaturnya. Namun, secara individu dia (Ryan) memahami atau tidak dengan agama yang dianutnya (Islam) atau tidak, akan amat berpengaruh pada perilaku Ryan. Pada diri yang memiliki iman yang kokoh dan sahih, tentu tidak akan melahirkan manusia yang berperilaku bejat dan sadis seperti Ryan.

Faktor kedua, tentu hal ini, berawal dari kondisi lingkungan dan kehidupan si Ryan. Lingkungan ini ada tiga yaitu, keluarga, masyarakat, dan sekolah. Berkenaan dengan lingkungan sekitar, turut memberi pengaruh yang tidak sedikit terhadap individu. Seseorang yang berada di lingkungan yang baik maka dia akan menjadi baik. sebaliknya kalau seseorang berada di lingkungan yang rusak maka dirinya juga turut rusak. Walau terkadang ada pengecualian.

Dalam sistem kehidupan misalnya, seperti media masa saat ini, gandrung mempertontonkan hal yang tidak senonoh, hamburan aurat, seksualitas dan pergaulan bebas. Baik itu televisi, film, internet dan sebagainya. Semua ini, menggambarkan pengracunan tersistematis dari media kita (walau tidak semua) untuk mebudidayakan gaya kehidupan sekuler-materialistis-hedonis serta permisif. Tentu akibat dari pengaruh ini tak bisa dianggap remeh.

Karena pengaruh tersebut akhirnya lingkungan dimana kita tinggal, terasa nuansa sekuler-liberal yang sangat kental, yang memisahkan agama dari kehidupan. Sebut saja, pergaulan bebas muda-mudi kita yang sangat memprihatikan, ini terlihat dari banyaknya perbuatan zina yang dilakukan di sana-sini, video mesum, minum-minuman keras, obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya. Belum lagi kriminalitas di masyarakat kita saat ini, yang tiap tahunnya terus meningkat—boro-boro turun.

Kalau kita kaitkan dengan perjalanan hidup si Ryan, maka kita dapat melihat perilaku menyimpangnya seperti homo, suka mencuri, bergaul bebas, dan membunuh temannya, disebabkan dan dikondisikan oleh sistem kehidupan masyarakat kita yang rusak—jelas menyimpang dari Islam.

Ketiga, sistem ekonomi yang carut marut. Telah diketahui semua orang bahwa masalah ekonomi adalah masalah yang besar—bahkan soal hidup mati— bagi kehidupan manusia. Namun, perkara besar ini telah rusak oleh sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini. Sistem ini, membawa kelaparan, busung lapar, pengangguran, dan negeri dengan alam yang melimpah ruah ini miskin pun terjerat hutang.

Paling baru, pemerintah menaikkan harga BBM, tentu hal ini sangat mendzalimi rakyat ditengah krisis yang tak berujung ini.

Padahal, kita tahu negeri ini adalah negeri yang kaya raya, yang memiliki banyak SDA yang tergolong terbesar dan terbanyak di dunia. Sebut saja Blok Cepu, yang diserahkan ke EXXON Mobil (milik AS), padahal menurut pengkajian, Blok Cepu termasuk salah satu sumber minyak terbesar di dunia. Ada juga PT. Freeport yang telah menguras kekayaan tambang Emas Irian Jaya, itu adalah tambang emas terbesar ke-2 di dunia. Coba seandainya pemerintah kita mau dan sungguh-sungguh mengelola seutuhnya dan membagikan hasilnya kepada rakyat. Maka kita akan makmur, utang tidak perlu.

Namun, pemerintah tampak lebih rela menyakiti dan menjadikan rakyat sebagai tumbal. Daripada harus menggugat kepentingan rakus kapitalis asing.

Keempat, Sistem hukum yang mandul. Perlu diketahui sistem hukum yang kuat akan mengontrol segala penyimpangan yang terjadi di negerinya—baik penguasa ataupun rakyatnya. Maka, dengan mandulnya sistem hukum di suatu negeri akan melahirkan masyarakat yang rusak dan penguasa dzolim, pastinya itu semua melanggar syara’.

Hemat saya, sistem hukum di negeri ini mandul. Misal saja, hukuman bagi pembunuh, yang kenyataannya menghilangkan nyawa seseorang baik dengan cara apapun, berencana atau tidak. Di negeri ini, hukuman bagi pembunuh kebanyakan hanya sampai 15 tahun, bahkan ada yang cuma 5 tahun—banyak lagi koruptor yang lepas. Tentu, hukuman seperti ini tidak akan memberikan efek jera kepada pelakunya, dan akan membuat si pelaku merasa ringan dalam melakukan pembunuhan.

Coba bandingkan dengan hukum Islam, yang menghukum pembunuh dengan hukum qisas. Dalam hal ini orang yang melakukan kekerasan, seperti pemukulan, penyiksaan, pembunuhan dan sebagainya, akan dihukum setimpal dengan yang dilakukannya. Pukul dibalas pukul, tendang dibalas tendang, dan kalau ia membunuh akan dibalas bunuh. Kalau ini diterapkan, tentu orang akan berpikir ribuan kali untuk membunuh, dan akan membuat jera pelaku yang bersangkutan. Sebenarnya, sistem ini telah dibuktikan oleh peradaban Islam selama 14 abad silam, tidak sampai 200 kasus pemotongan tangan (sekarang satu hari ratus-ribu kasus!)
Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa perbuatan keji Ryan tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan negeri ini. Sistem politik yang menjongos kepada asing, ekonomi kapitalis, budaya materialis, pendidikan yang mahal dan sekularistis, sistem hukum yang mandul, pada akhirnya negeri ini menjadi miskin multi dimensi, miskin uang, miskin ilmu, miskin keadilan, miskin moral, miskin ...

Terkait penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa pembunuh berantai sesungguhnya bukanlah si Ryan, dia hanya kacung atau korban dari sistem yang kufur, pembunuh berantai sesungguhnya adalah sistem kapitalis sekuler di negeri ini, sistem inilah yang telah melahirkan para pembunuh dan perampok di negeri ini, sistem inilah yang telah melahirkan para pemerkosa, penindas, koruptor, yang korbannya bukan hanya sepuluh, namun ribuan, bahkan jutaan. Sistem ini pula yang merusak hati nurani manusia di negeri ini.

Kawan, kita harus jeli. Marahkah kita tatkala, ada pembunuh seperti Ryan? Tentu kita marah, apalagi kalau korbannya adalah keluarga kita, ingin rasanya kita menghabisi si Ryan tadi.

Namun, apakah kita tidak akan marah tatkala si pembunuh berantai kapitalis sekuler beraksi? Sebut saja satu; tindakan pemerintah yang telah menyerahkan kekayaan SDA kita ke pihak asing dan swasta—jelmaan kapitalisme global.

Apalagi penjajahan militernya, terhadap saudara kita di belahan negara lain. Seperti di Palestina, Afganistan, Irak, Yordania, Aljazair, dan lain sebagainya. Rakyat muslim di negeri-negeri itu dibantai, disiksa, dijajah, dan ditindas dengan sesuka hati. Makanya, sistem kapitalislah pembunuh tersadis saat ini, sistem inilah yang melahirkan pembunuh-pembunuh sadis seperti Ryan.

Namun, yang lebih sadis adalah orang yang menerapkan sistem ini, dan mendiamkan tegaknya sistem kufur ini. Seperti pemimpin kita yang kokoh-gagah menegakkan sistem kufur ini.
CUKUP SUDAH!! Si pembunuh berantai ini harus di hentikan. Solusinya bukan hanya menangkap dan menghukum mati Ryan. Namun, juga meringkus dan menghukum mati sistem sekuler yang ada di negeri ini.

Maka, merevolusi negeri ini adalah harga mati! Hentikan ketakutan calon korban berikutnya, putuskan rantai penerus Ryan ... Ataukah kita bakal Ryan berikutnya?
Kita harus memahami, bahwa ujung rantai masalah ini adalah karena kita tidak menerapkan Islam secara kaffah, negeri ini jauh dari Islam, jauh dari Allah. Murka Allah tak terhindar. Itulah sebab negeri ini ditimpa kesulitan dan kenestapaan tanpa akhir.

Sepantasnya kita sebagai muslim, menaati aturan Allah dalam segala aspek kehidupan. Ibadah mahdah, muamalah, ekonomi, politik dan pemerintahan, hukum, budaya, dan lain sebagainya. Semua ini akan diterapkan secara sempurna tatkala Daulah Khilafah Islamiyyah tegak, sebagaimana Rasulullah dan para sahabatnya, serta khalifah-khalifah selanjutnya menerapkan Islam kaffah selama 14 abad silam. Semoga kita termasuk ke dalam orang-orang yang memperjuangkan tegaknya khilafah islamiyyah, yang berarti menegakkan hukum Allah di muka bumi ini. Amin.. ya rabbal alamin....

(Ibnu Hilmi Ad-Dhaif – Sekretaris Umum LDK AMAL IAIN Antasari 2008)

ads

Ditulis Oleh : LDK AMAL Hari: 06.09 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bagaimana tampilan Web kami menurut Anda?