Masjid Abdurrahman Isma'il,
Komplek Kampus IAIN Antasari,
Jl. A. Yani KM. 4,5 Banjarmasin, Kalsel
Phone: +6289691780577 (Ikhwan) /
+6285651xxxxxx (Akhwat)
E-Mail: ldk_amal@yahoo.co.id

Sabtu, 23 Agustus 2008

Sederhana, Ikhlas, dan Tawadhu, (In Memoriam Prof Dr HM Gazali MAg)

Oleh: Aliansyah Jumbawuya


Duugh!!! Jantungku kontan berdegup kencang begitu mendengar berita kematiannya dari seorang kenalan. Katanya, Senin (18/8) itu HM Gazali mengalami kecelakaan, diserempet sepeda motor di Kandangan. Ia sempat dibawa ke rumahsakit, namun kemudian nyawanya tak tertolong. Jenazah pakar kaligrafi itupun langsung di bawa ke kampung kelahirannya Alabio. Untuk kemudian dimakamkan di Komplek Ponpes Al-Falah.



Sesaat, aku seolah tak percaya. Tapi sekian menit berikutnya aku pun tersadar bahwa dalam hidup ini kita sering disodorkan dengan kenyataan-kenyataan yang tak terduga. Apalagi maut itu tidak berbau, siapapun tak ada yang bisa mengendusnya. Meski demikian , masih saja aku diliputi rasa penasaran. Untuk menyakinkan diri kucoba mengontak nomor handphone dia. Berhasil masuk , tapi tak ada yang menyahut. Sembari menunggu, aku tetap berharap akan mendengar suara khasnya yang begitu kukenal. Berharap sekali lagi, bahwa kabar yang kuterima itu tidak benar.

Nyatanya.... HM Gazali memang telah meninggalkan kita semua untuk selama-selamanya, menghadap Sang Khalik.

Sore itu, usai wawancara dengan salah satu narasumber, aku langsung pulang. Tak bersemangat untuk balik ke kantor. Padahal, tadinya aku sedang gandrung-gandrungnya memposting blog padepokanpena.wordpress.com yang baru kubuat tiga hari lalu.

Sepanjang perjalanan, episode demi episode tentangnya menggayuti benakku. Tubuhnya yang kecil, wajahnya yang berjenggot, penampilan yang selalu bersahaja, sorot matanya yang teduh, serta senyumnya yang tulus, bagai lekat di pelupuk mataku. Momen-momen ketika ngobrol, bercanda, sembari mendengar petuah-petuahnya yang sarat hikmah, bagai ada yang me-rewind dari chip memoriku.

Semakin kukenang sosoknya, semakin tak mampu kubendung rasa haru. Akhirnya, butir-butir airmata tak sanggup kutahan. Sambil mengendarai sepedamotor aku terisak. Untungnya, aku mengenakan penutup helm sehingga orang-orang di pinggir jalan tak ada yang tahu. Sentimentilkah aku? Entahlah. Yang pasti kepergian orang sebaik Gazali memang pantas ditangisi. Meskipun tidak untuk larut dalam kesedihan berkepanjangan.

***

Siapapun yang mengenal Gazali hampir bisa dipastikan akan merasa cepat akrab dengannya. Sikapnya yang terbuka, humoris, rendah hati, membuat dia disenangi banyak orang. Ia tidak pernah terkesan ingin membuat jarak, apalagi membeda-bedakan manusia. Di hadapannya siapapun sama, tanpa memandang jabatan atau status sosial.

Bahkan dalam beberapa ceramahnya yang kuikuti, Gazali menganjurkan untuk berakhlak baik pada hewan dan tumbuhan. Dan itu bukan sekadar diucapkan, melainkan sudah menjadi amaliah kesehariannya.

Dengan kepribadian yang demikian, maka wajar manakala pria yang amat sangat rajin puasa sunat ini dicintai banyak orang. Ibu, istri, anak-anak, dan familinya tak layak untuk cemburu, sebab Gazali bukan hanya milik keluarga - ia telah sukses menempatkan dirinya menjadi kepunyaan khalayak. Ia eksis di tingkat lokal, regional, bahkan internasional. Ketua STAI Al Falah Banjarbaru ini pernah diundang duta besar AS, dan terakhir bersama Jamaah Tablik melakukan perjalanan dakwah di India, Pakistan, dan Bangladesh. Kemampuan Gazali berbahasa Arab dan Inggris memudahkannya berkomunikasi lintas negara.

Di manapun berada, ia selalu diterima. Selain pandai beradaptasi, dia juga cukup piawai menghidupkan suasana. Di forum resmi sekalipun, dosen Fakultas Dakwah IAIN Antasari ini, tak segan-segan melempar joke-joke lucu sehingga mengundang geer. Bayangkan, Prof Dr Adjumardi Azra MA, dosen Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang konon katanya terkenal ‘killer’ dan pelit senyum saja mampu dibuat ketawa oleh Gazali.

Bahkan, tak jarang pria kelahiran Alabio 1 Juni 1959 ini menjadikan kekurangan fisiknya sebagai bahan lelucon. Suatu kali dia berkunjung ke redaksi Serambi Ummah. Katanya, "Jelek-jelek begini saya berhasil menundukkan mantan Menteri Agama RI, Said Agil Al Munawar."

"Kapan?" celetukku serius.

"Waktu ketemu di Palangkaraya. Saat berjabatan tangan, terpaksa beliau tunduk pada saya, karena tubuh saya lebih pendek," jelasnya. Karuan saja kami ketawa.

Ya, bukankah hanya orang bijak yang mampu menertawakan kekurangan dirinya? Hal itu sekaligus menegaskan, betapa tawadhunya dia.

Ia hadir bukan sekadar untuk ada, lebih dari itu demi memberi arti.


***

Satu lagi sisi menonjol dalam kepribadian Gazali, yaitu sifat ikhlasnya. Di zaman materialisme dan penuh pamrih seperti sekarang, mungkin sulit mencari orang yang sungguh-sungguh ikhlas.

Begini. Persis dua tahun lalu menjelang Ramadhan 1427 H, saya bertandang di rumahnya. Waktu itu dia bercerita seputar rencananya ke luar negeri untuk urusan dakwah. Tiba-tiba mursyid dari Jamaah Tablik menelpon dia, menanyakan kesiapan biaya.

"Alhamdulillah, dananya sudah tersedia. Tapi, saya mau minta pendapat dengan Mursyid. Beberapa waktu lalu mahasiswa ulun mau minjam uang buat kawin. Menurut pian apakah uang ini diserahkan sama dia, atau bagaimana?"

Jika tidak dilarang mursyid (guru) itu, karena khawatir keberangkatannya bakal tertunda, saya yakin Gazali akan menyerahkan uang jutaan rupiah tersebut untuk keperluan resepsi pernikahan mahasiswa tersebut.

Mendengar percakapan itu, dalam hati saya mendumel: "Tuh mahasiswa terlalu juga, masak mau kawin minjam uang sama dosen!"

Namun begitulah HM Gazali, karena sikapnya yang low profil, orang tak sungkan-sungkan minta tolong.

Kalau diminta ceramah, sekalipun di tempat jauh dan terpencil, dia tidak mau merepotkan pihak pengundang, Gazali bisa datang sendiri naik motor tanpa harus dijemput. Ini saya rasakan sendiri ketika dua bulan mengundangnya untuk memimpin prosesi tasmiah putri kedua saya.

Terakhir, saya ketemu dengan Gazali sekitar tiga minggu lalu di kampus IAIN Antasari. Dalam obrolan santai, dia bilang bahwa nikmat Tuhan yang diberikan padanya telah sempurna. Rukun Islam kelima atau naik haji sudah dipenuhinya. Gelar tertinggi (professor) pun sudah dicapainya. Jalan-jalan ke negara Timur dan Barat sudah pernah dirasakannya. Begitu pula batas maksimal seorang Mukmin boleh beristri sudah terwujud.

"Semua permintaan saya ternyata dipenuhi Tuhan. Jadi, rasanya malu pada Allah kalau saya tidak banyak puasa," ujarnya. Gazali memang setiap kali mencita-citakan sesuatu yang dianggapnya ‘proyek’ besar, selalu dibarenginya dengan puasa sunat. Bahkan cucu KH Muhammad Sani (pendiri Ponpes Al Falah) ini kuat puasa sampai berbulan-bulan. Mungkin lantaran itu tubuhnya tak pernah terlihat gemuk.

"Sedangkan untuk punya mobil," lanjut Gazali, "saya tidak pernah menghajatkan itu."

Ke mana-mana dia memang merasa lebih enjoy dengan naik sepeda motor. Begitu pula ketika peristiwa kecelakaan yang menewaskan itu terjadi.

HM Gazali meninggal persis sehari setelah peringatan HUT Kemerdekaan RI. Kini, ia di alam sana sudah merdeka, terbebas dari segala ikatan dan kepentingan duniawi. Menghadap Sang Maha Sempurna.

Selamat jalan kawan, semoga engkau bahagia di sisi-Nya.ü

Sumber: http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/47121/658/
                Serambi Ummah




ads

Ditulis Oleh : LDK AMAL Hari: 03.07 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bagaimana tampilan Web kami menurut Anda?